Jumat, 28 September 2012

Apakah Pilkada DKI Jakarta Cacat Hukum? Apakah Jokowi Menang ?


FAKTA ataukah BUKTI? APAKAH PEMILUKADA DKI JAKARTA TIDAK KONSTITUSIONAL – BATAL DEMI HUKUM ?
Berawal dari rasa penasaran penulis terhadap menangnya Jokowi Ahok pada quick count pemilukada DKI Jakarta dan eforia masyarakat Solo dan pendukung Jokowi-Ahok yang selalu mengelu-elukan pasangan tersebut. Penasaran ini berkaitan dengan mudahnya seorang  Kepala Pemerintah Daerah mengikuti Pemilukada tanpa mempertimbangan bahwa masa jabatan yang masih berlangsung menjabat sebagai kepala daerah lain. Bukankah amanat rakyat adalah suatu amanat yang tertinggi, bukankah proses terpilihnya sang penjabat pemerintah daerah memerlukan biaya pemilukada yang tidak sedikit, bukankah masyarakat pemilih meluangkan waktunya untuk mencoblos sang penjabat pemerintah daerah dengan harapan dia mampu mengemban amanat nan mulia sampai akhir masa jabatannya ????
Namun yang kita lihat sekarang ini dengan mudahnya sang walikota melenggang tanpa hambatan bahkan didukung dengan eforia yang terus menerus memuja, diberikan penghargaan-penghargaan untuk pencitraan, hampir semua media TV, media  internet dan media lainnya  menyokong bagai aliran deras yang tidak terbendung. Bukankah sang walikota ini mencederai sebuah amanah, bukankah sang walikota ini pernah disumpah untuk bersungguh-sungguh memimpin daerahnya. Tetapi melihat eforia semua ini penulis berpikir sepertinya ada yang salah dengan konstitusi tentang Pemerintah Daerah dan Pemilukada, karena penulis yakin pembuat Undang-Undang tersebut bukanlah orang asal-asalan, tentunya orang-orang terpilih yang mengerti benar tentang Undang-Undang  yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah.
Berangkat dari hal tersebut di atas penulis mencoba untuk mempelajari Undang-Undang mengenai Pemerintah Daerah khususnya pergantian antar waktu atau pemberhentian Kepala Daerah dan akhirnya penulis menemukan Undang-Undang No : 32 Tahun 2004 berkenaan  pasal tersebut di atas yaitu berbunyi :
Undang-Undang No : 32 Tahun 2004
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 29
(1)  Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena :
a.    meninggal dunia;
b.    permintaan sendiri; atau
 c.    diberhentikan. 
(2)  Kepala. Daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c diberhentikan karena:
a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru;
b.  tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c.  tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah;
d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah      
dan/atau wakil kepala daerah;
Dan Seterusnya-dan seterusnya yang bisa anda baca sendiri di :
Melihat dan membaca undang-undang tersebut semakin heran  dan semakin tinggi rasa penasaran penulis tentang hal tersebut. Dari penafsiran penulis pribadi (penulis seorang yang  awam terhadap hukum) : seorang kepala pemerintah daerah dan wakilnya bisa seenaknya sendiri/ bahasa hukumnya atas permintaan sendiri bisa mengundurkan diri sewaktu-waktu (lihat  pasal 29 -1b) tanpa ada penjelasannya, tanpa syarat-syarat tertentu . Apakah pengunduran diri seorang kepala daerah memang demikian mudahnya yang sangat bertolak belakang dengan proses dipilihnya sang kepala daerah (dalam UU No.12 th.  2008, saat jadi calon kepala daerah saja bila mundur dari pencalonan tanpa ada alas an yang jelas dikenakan sangsi denda sebesar 20 milya), yang proses pemilihannya memakan biaya, memakan waktu, memakan pemikiran dan rawan terhadap gesekan-gesekan. Mohon aparat yang berwenang bisa mengadakan koreksi untuk pasal tersebut, hal ini untuk menjaga petualang-petualang politik yang hanya mementingkan karirnya tanpa menghiraukan pengorbanan-pengorbanan yang timbul saat memilih sang kepala daerah  tersebut . Kalau ditilik dari pasal-pasal di atas maka sepertinya tidak ada yang dilanggar dalam proses Pilkada DKI Jakarta, namun bila kita lihat pasal 58 maka kita akan terbelalak seolah-olah kita sebagai masyarakat awam dibodohi oleh penyelenggara Pilkada atau para pelaku Pilkada. Proses penyelenggaraan suatu tata pemerintahan haruslah berdasarkan Undang-undang yang berlaku, apa jadinya bila proses awalnya saja dikotori dengan peneyelewengan atau pengingkaran Undang-Undang yang berlaku. Silahkan Simak Undang-Undang Nomer 12 Tahun 2008  pasal 58 yang merupakan revisi dari Undang-Undang No. 32 tahun 2004.

Undang-Undang Nomer 12 Tahun 2008  pasal 58  :
Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;
c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;
d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun bagi calon gubernur/wakil gubernur dan berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota;
e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkanputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;
i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
l. dihapus;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak;
n. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri;
o. belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah; dan
q. mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya.

Dari point p dan q sudah jelas bahwa ada penyimpangan terhadap Undang-Undang terhadap calon-calon yang sedang menjabat sebagai kepala daerah seperti : Alex Noerdin, Fauzi Bowo dan Joko Widodo, masing-masing selaku penjabat pemerintah daerah yang tidak mengundurkan diri saat menjadi calon pilkada DKI Jakarta. Bahkan Hingga saat ini (sebelum KPU mengumumkan hasil Pemilukada Jakarta) Jokowi masih tidak mau mengundurkan diri dari Jabatan Walikota Solo.

Keterangan penjelas untuk Undang-Undang Nomer 12 Tahun 2008  pasal 58  Huruf q
Pengunduran diri dari jabatannya  berlaku bagi:
a. kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;
b. wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;
c. wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi wakil kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;
d. bupati atau walikota yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur; dan
e. wakil bupati atau wakil walikota yang akan mencalonkan  diri atau dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur. Pengunduran diri gubernur dan wakil gubernur dibuktikan   dengan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri  yang tidak dapat ditarik kembali disertai dengan surat persetujuan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden,  sedangkan keputusan Presiden tentang pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU provinsi selambat-lambatnya pada saat ditetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Pengunduran diri bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dibuktikan dengan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali disertai  dengan surat persetujuan Menteri Dalam Negeri, sedangkan keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU kabupaten/kota selambatlambatnya pada saat ditetapkan sebagai calon bupati/wakil  bupati dan walikota/wakil walikota.

Dari point p dan q sudah jelas bahwa ada penyimpangan terhadap Undang-Undang terhadap calon-calon seperti : Alex Nurdin, Fauzi Bowo dan Joko Widodo. Hal ini bisa dibuktikan bahwa calon-calon tersebut tidak mengundurkan diri sesuai dengan aturan di atas, dibuktikan dengan berita-berita di media yang mengabarkan bila masa kampanye usai atau selama rehat mereka selalu diberitakan oleh mass media bahwa mereka melakukan aktivitas bekerja sehari-hari selaku pemegang pemerintah daerah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 6 th 2005 - Pasal 38
(1)    Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat :
a…..
b. …
c…. sampai point
p. tidak dalam status Penjabat Kepala Daerah.
(2) Kelengkapan persyaratan sebagai dimaksud ayat (1), meliputi :
      a.
      b.
      c….. sampai point
      p. Menyerahkan surat pernyataan tidak dalam status sebagai Penjabat Kepala Daerah, Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf p :

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 6 th 2005 - Pasal 40
(1)    Kepala daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang dicalonkan oleh partai Politik atau Gabungan Partai Politik menjadi calon Kepala Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah di daerah lain, wajib mengundurkan diri dari jabatannya sejak saat pendaftaran oleh Partai Politik atau abungan Partai Politik
(2)    Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota yang dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik menjadi calon Gubernur atau Wakil Gubernur wajib mengundurkan diri dari jabatannya sejak saat pendaftaran.
(3)    Penjabat Kepala Daerah tidak dapat menjadi calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah
(4)    Anggota ….. baca selanjutnya di
Sedangkan Undang-Undang tentang Pemilukada dapat dilihat secara lengkap di :

Karena keterbatasan data (sebatas data-data dari internet), dengan tidak mengabaikan asas praduga tak bersalah penulis memberanikan diri mengajukan asumsi-asumsi :

·         Dari fakta di atas didapatkan bahwa pelaksanaan Pemilu Kada DKI Jakarta Tahun 2012 ini mengalami kejanggalan-kejanggalan dalam hal calon yang berasal dari partai yang mengusung Calon yang saat ini menjadi Pejabat Pemerintah Daerah, Apakah memang Undang-Undang dibuat untuk di langgar, dan hal ini menimbulkan kesan unfair bagi calon lain yang bukan atau tidak sedang menjabat sebagai kepala daerah. Kalau benar hal di atas terbukti, menurut hemat penulis maka Pemilu Kada DKI Jakarta bisa dianggap tidak konstitusional dan perlu ditinjau ulang pelaksanaanya. Dalam hal ini Mohon pertimbangan dan saran-saran mengenai hal di atas dari para pakar hukum tatanegara. Ataukah memang ada pembenar yang lain yang bisa  menjelaskan kondisi di atas, mohon bisa dijelaskan.
·         Perlu tindak lanjut penyelidikan apakah memang ada aturan atau perundangan yang lainnya yang sudah memutuskan bahwa perundangan yang dikemukakan penulis di atas sudah tidak berlaku, namun dilihat dari aturan yang dirilis oleh KPU di websitenya, sepertinya belum ada yang membatalkan pemakaian UU No. 32 th 2004, UU No.12 th 2008, Peraturan Pemerintah No. 6 th 2005 yang mengatur tentang Pemilukada tersebut.
·         Apabila ada kesengajaan dalam hal pembiaran meloloskan Cagub DKI Jakarta, seperti pelanggaran tersebut diatas maka sangat ironis sekali, pembodohan yang dilakukan tersebut  sudah tidak dapat ditolerir dan perlu dilakukan tindakan hukum bagi panitia pelaksana dalam hal ini KPU selaku pelaksana pemilukada dan  harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut.
·         Tidak fair rasanya bila dibandingkan dengan persyaratan yang dikenakan pada calon independen yang dikenakan dengan persyaratan pengumpulan dukungan yang sangat berat dan perlu tindakan ferifikasi yang cukup rumit sementara cagub yang sedang menjabat kepala daerah lain diperbolehkan tidak mengundurkan diri yang jelas-jelas dalam persyaratan disebutkan wajib mengundurkan diri.
·         Perlu pencerdasan kepada masyarakat bahwa yang dilakukan oleh Jokowi adalah suatu wan prestasi dalam hal memerintah solo. Karena berhenti sebelum masa jabatannya dan itu disebabkan Karena keinginan mengejar karir politik yang lebih tinggi. Sungguh naïf dan sangat tidak peka terhadap amanah apalagi alasan karir politik menjadi pijakan utama, apakah pertimbangan biaya pemilukada waktu itu dibaikan demikian saja? – apakah pengorbanan waktu para pemilihnya hanya diganti dengan rasa kebanggaan semu? Sebagai pertimbangan  penulis contohkan menangnya sebuah perusahaan kecil kepada perusahaan besar Telomsel yang memutus kontrak secara sepihak sebelum waktu selesainya kontrak,  untuk detailnya kunjungi : http://radarlampung.co.id/read/nasional/51411-kalah-gugatan-telkomsel-diputus-pailit , kalau ditarik  maksud dari penggambaran diatas adalah betapa kecilnya perjanjian antara 2 pihak tersebut dibandingkan dengan perjanjian dengan jutaan masyarakat solo saat memilih jokowi untuk masa jabatan 5 tahun, perjanjian dengan rakyat adalah perjanjian yang agung, perjanjian yang penuh rasa kepekaan, perjanjian yang membutuhkan hati yang murni dan pengabdian tulus sehingga perlu dituntaskan sampai akhir jabatannya.
·         Penulis tidak bermaksud mendeskreditkan Jokowi, penulis mengakui kehebatan Jokowi selama memerintah Solo, Penulis salut akan kiprah Jokowi namun penulis mampu membedakan mana tindakan yang benar dan mana tindakan yang tidak pantas, mana tindakan yang perlu dikritisi dan mana yang perlu diapresiasi. Dan penulis tidak menginginkan langkah awal Jokowi ini akan menjadi langkah pertama sekaligus sebagai contoh  bagi para politisi karir lainnya bahwa undang-undang di Negara ini bisa  memperbolehkan pelanggaran tersebut dilakukan (Mengingat Pilkada DKI Jakarta merupakan barometer pilkada-pilkada lainnya di seluruh Indonesia – Apakah akan berlanjut penyelewengan pelaksanaan UU ini ataukah ada gerakan untuk berusaha menghentikan penyelewengan ini sehingga tidak berimbas ke daerah-daerah lain). Untuk pihak-pihak berwenang mohon sekiranya aturan-aturan pengunduran diri bisa diperketat sehingga  perlu pemikiran matang-matang untuk mengundurkan diri dari suatu jabatan pemerintah daerah (bila mencalonkan diri menjadi penjabat daerah lain).
·         Salah satu wewenang KPU menurut UU atau perundangan diantaranya adalah :
·         (3) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah meliputi:
·         a. merencanakan program, anggaran, dan jadwal Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
·         b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilu Kepala Daerah dan WakilKepala Daerah Kabupaten/Kota dengan

·         c. menyusun dan menetapkan pedoman yang bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan penye-lenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan perundangundangan;  --------  dari wewenang tersebut jelas-jelas disebutkan bahwa harus berdasarkan peraturan dan perundangan jadi setiap tindakan yang berlawanan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku adalah suatu penyelewengan.

Akhir kata penulis ingin menggaris bawahi aturan-aturan yang seharusnya dilaksanakan dalam menggambil kebijakan pemilukada. Sehingga tidak terjadi praktek-praktek pembodohan, praktek inkonsistensi terhadap hukum yang berlaku, silahkan anda baca dengan cermat dan anda rasakan apakah pelaksanaan pemilukada DKI sesuai dengan aturan yang berlaku :


Undang-Undang Nomer 12 Tahun 2008  pasal 58  :
Khususnya poin syarat-syarat calon pada item p dan q :

p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah; dan
q. mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya.

Keterangan penjelas untuk Undang-Undang Nomer 12 Tahun 2008  pasal 58  Huruf q
Pengunduran diri dari jabatannya  berlaku bagi:
a. kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;
b. wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;
c. wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi wakil kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;
d. bupati atau walikota yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur; dan
e. wakil bupati atau wakil walikota yang akan mencalonkan  diri atau dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur. Pengunduran diri gubernur dan wakil gubernur dibuktikan   dengan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri  yang tidak dapat ditarik kembali disertai dengan surat persetujuan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden,  sedangkan keputusan Presiden tentang pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU provinsi selambat-lambatnya pada saat ditetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Pengunduran diri bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dibuktikan dengan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali disertai  dengan surat persetujuan Menteri Dalam Negeri, sedangkan keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU kabupaten/kota selambatlambatnya pada saat ditetapkan sebagai calon bupati/wakil  bupati dan walikota/wakil walikota.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 6 th 2005 - Pasal 38
(2)    Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat :
a….. sampai point
p. tidak dalam status Penjabat Kepala Daerah.
(2) Kelengkapan persyaratan sebagai dimaksud ayat (1), meliputi :
      a…… sampai point
      p. Menyerahkan surat pernyataan tidak dalam status sebagai Penjabat Kepala Daerah, Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf p :

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 6 th 2005 - Pasal 40
(5)    Kepala daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang dicalonkan oleh partai Politik atau Gabungan Partai Politik menjadi calon Kepala Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah di daerah lain, wajib mengundurkan diri dari jabatannya sejak saat pendaftaran oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik
(6)    Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota yang dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik menjadi calon Gubernur atau Wakil Gubernur wajib mengundurkan diri dari jabatannya sejak saat pendaftaran.
(7) Penjabat Kepala Daerah tidak dapat menjadi calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah
(8)    Anggota ….. dan seterusnya


Apakah anda peduli dengan hal yang penulis kemukakan di atas, tentunya dibutuhkan Wishel Blower yang mempunyai kemampuan, kemauan, kekuatan, dan kepedulian terhadap bangsa ini agar berjalan sesuai dengan rel-rel Perundangan dan bisa menuju arah yang lebih baik.
pedulipadamunegeri.blogspot.com