FAKTA ataukah BUKTI? APAKAH PEMILUKADA DKI JAKARTA
TIDAK KONSTITUSIONAL – BATAL DEMI HUKUM ?
Berawal dari rasa penasaran penulis
terhadap menangnya Jokowi Ahok pada quick count pemilukada DKI Jakarta dan
eforia masyarakat Solo dan pendukung Jokowi-Ahok yang selalu mengelu-elukan
pasangan tersebut. Penasaran ini berkaitan dengan mudahnya seorang Kepala Pemerintah Daerah mengikuti Pemilukada
tanpa mempertimbangan bahwa masa jabatan yang masih berlangsung menjabat sebagai
kepala daerah lain. Bukankah amanat rakyat adalah suatu amanat yang tertinggi,
bukankah proses terpilihnya sang penjabat pemerintah daerah memerlukan biaya
pemilukada yang tidak sedikit, bukankah masyarakat pemilih meluangkan waktunya
untuk mencoblos sang penjabat pemerintah daerah dengan harapan dia mampu
mengemban amanat nan mulia sampai akhir masa jabatannya ????
Namun yang kita lihat sekarang
ini dengan mudahnya sang walikota melenggang tanpa hambatan bahkan didukung
dengan eforia yang terus menerus memuja, diberikan penghargaan-penghargaan
untuk pencitraan, hampir semua media TV, media internet dan media lainnya menyokong bagai aliran deras yang tidak
terbendung. Bukankah sang walikota ini mencederai sebuah amanah, bukankah sang
walikota ini pernah disumpah untuk bersungguh-sungguh memimpin daerahnya.
Tetapi melihat eforia semua ini penulis berpikir sepertinya ada yang salah
dengan konstitusi tentang Pemerintah Daerah dan Pemilukada, karena penulis
yakin pembuat Undang-Undang tersebut bukanlah orang asal-asalan, tentunya
orang-orang terpilih yang mengerti benar tentang Undang-Undang yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah.
Berangkat dari hal tersebut di
atas penulis mencoba untuk mempelajari Undang-Undang mengenai Pemerintah Daerah
khususnya pergantian antar waktu atau pemberhentian Kepala Daerah dan akhirnya penulis
menemukan Undang-Undang No : 32 Tahun 2004 berkenaan pasal tersebut di atas yaitu berbunyi :
Undang-Undang No :
32 Tahun 2004
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 29
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
berhenti karena :
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c.
diberhentikan.
(2) Kepala. Daerah dan/atau wakil kepala daerah
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c
diberhentikan karena:
a. berakhir masa jabatannya dan
telah dilantik pejabat yang baru;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau
berhalangan tetap secara
berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala
daerah dan/atau wakil
kepala daerah;
d. dinyatakan melanggar
sumpah/janji jabatan kepala daerah
dan/atau wakil kepala daerah;
Dan Seterusnya-dan seterusnya
yang bisa anda baca sendiri di :
Melihat dan membaca undang-undang
tersebut semakin heran dan semakin
tinggi rasa penasaran penulis tentang hal tersebut. Dari penafsiran penulis
pribadi (penulis seorang yang awam
terhadap hukum) : seorang kepala pemerintah daerah dan wakilnya bisa seenaknya
sendiri/ bahasa hukumnya atas permintaan sendiri bisa mengundurkan diri
sewaktu-waktu (lihat pasal 29 -1b) tanpa
ada penjelasannya, tanpa syarat-syarat tertentu . Apakah pengunduran diri seorang kepala daerah memang demikian mudahnya
yang sangat bertolak belakang dengan proses dipilihnya sang kepala daerah (dalam
UU No.12 th. 2008, saat jadi calon
kepala daerah saja bila mundur dari pencalonan tanpa ada alas an yang jelas
dikenakan sangsi denda sebesar 20 milya), yang proses pemilihannya memakan
biaya, memakan waktu, memakan pemikiran dan rawan terhadap gesekan-gesekan.
Mohon aparat yang berwenang bisa mengadakan koreksi untuk pasal tersebut, hal ini untuk menjaga petualang-petualang politik yang hanya mementingkan
karirnya tanpa menghiraukan pengorbanan-pengorbanan yang timbul saat
memilih sang kepala daerah tersebut .
Kalau ditilik dari pasal-pasal di atas maka sepertinya tidak ada yang dilanggar
dalam proses Pilkada DKI Jakarta, namun bila kita lihat pasal 58 maka
kita akan terbelalak seolah-olah kita sebagai masyarakat awam dibodohi oleh
penyelenggara Pilkada atau para pelaku Pilkada. Proses penyelenggaraan suatu
tata pemerintahan haruslah berdasarkan Undang-undang yang berlaku, apa jadinya
bila proses awalnya saja dikotori dengan peneyelewengan atau pengingkaran
Undang-Undang yang berlaku. Silahkan Simak Undang-Undang Nomer 12 Tahun 2008 pasal 58 yang merupakan revisi dari
Undang-Undang No. 32 tahun 2004.
Undang-Undang
Nomer 12 Tahun 2008 pasal 58 :
Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:
Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai
Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945,
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta Pemerintah;
c. berpendidikan
sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;
d. berusia sekurang-kurangnya 30
(tiga puluh) tahun bagi calon gubernur/wakil gubernur dan berusia
sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan
walikota/wakil walikota;
e. sehat jasmani dan rohani
berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
f. tidak pernah dijatuhi pidana
penjara berdasarkanputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih;
g. tidak sedang dicabut hak
pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;
h. mengenal daerahnya dan dikenal
oleh masyarakat di daerahnya;
i. menyerahkan daftar kekayaan
pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
j. tidak sedang memiliki
tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi
tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
k. tidak sedang dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
l. dihapus;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti
pembayaran pajak;
n. menyerahkan daftar riwayat
hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta
keluarga kandung, suami atau istri;
o. belum pernah menjabat sebagai
kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam
jabatan yang sama;
p. tidak dalam status sebagai
penjabat kepala daerah; dan
q. mengundurkan diri sejak
pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih
menduduki jabatannya.
Dari point p dan q sudah jelas bahwa ada penyimpangan terhadap
Undang-Undang terhadap calon-calon yang sedang menjabat sebagai kepala daerah seperti
: Alex Noerdin, Fauzi Bowo dan Joko Widodo, masing-masing selaku penjabat
pemerintah daerah yang tidak mengundurkan diri saat menjadi calon pilkada DKI
Jakarta. Bahkan Hingga saat ini (sebelum KPU mengumumkan hasil Pemilukada
Jakarta) Jokowi masih tidak mau mengundurkan diri dari Jabatan Walikota Solo.
Keterangan penjelas untuk Undang-Undang
Nomer 12 Tahun 2008 pasal 58 Huruf q
Pengunduran diri dari jabatannya berlaku bagi:
a.
kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah
di daerah sendiri atau di daerah lain;
b.
wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala
daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;
c.
wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi wakil
kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;
d.
bupati atau walikota yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi
gubernur atau wakil gubernur; dan
e.
wakil bupati atau wakil
walikota yang akan mencalonkan diri atau
dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur. Pengunduran diri gubernur dan
wakil gubernur dibuktikan dengan menyerahkan
surat pernyataan pengunduran diri yang
tidak dapat ditarik kembali disertai dengan surat persetujuan Menteri Dalam
Negeri atas nama Presiden, sedangkan
keputusan Presiden tentang pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala
daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU provinsi selambat-lambatnya
pada saat ditetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Pengunduran
diri bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dibuktikan dengan
menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali
disertai dengan surat persetujuan
Menteri Dalam Negeri, sedangkan keputusan Menteri Dalam Negeri tentang
pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah
disampaikan kepada KPU kabupaten/kota selambatlambatnya pada saat ditetapkan
sebagai calon bupati/wakil bupati dan
walikota/wakil walikota.
Dari point p dan q sudah jelas bahwa ada penyimpangan terhadap
Undang-Undang terhadap calon-calon seperti : Alex Nurdin, Fauzi Bowo dan Joko
Widodo. Hal ini bisa dibuktikan bahwa calon-calon tersebut tidak mengundurkan
diri sesuai dengan aturan di atas, dibuktikan dengan berita-berita di media
yang mengabarkan bila masa kampanye usai atau selama rehat mereka selalu
diberitakan oleh mass media bahwa mereka melakukan aktivitas bekerja
sehari-hari selaku pemegang pemerintah daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 6 th 2005 - Pasal 38
(1) Calon
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Warga Negara Republik Indonesia
yang memenuhi syarat :
a…..
b. …
c…. sampai point
p. tidak dalam status Penjabat Kepala Daerah.
(2) Kelengkapan
persyaratan sebagai dimaksud ayat (1), meliputi :
a.
b.
c….. sampai point
p. Menyerahkan surat pernyataan tidak dalam status sebagai
Penjabat Kepala Daerah, Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf p :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 6 th 2005 - Pasal 40
(1)
Kepala daerah dan/atau Wakil
Kepala Daerah yang dicalonkan oleh partai Politik atau Gabungan Partai Politik
menjadi calon Kepala Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah di daerah lain, wajib mengundurkan diri dari jabatannya sejak saat
pendaftaran oleh Partai Politik atau abungan Partai Politik
(2) Bupati/Wakil
Bupati atau Walikota/Wakil Walikota yang dicalonkan oleh Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik menjadi calon Gubernur atau Wakil Gubernur wajib mengundurkan diri dari jabatannya sejak saat
pendaftaran.
(3) Penjabat Kepala Daerah tidak dapat
menjadi calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah
(4) Anggota
….. baca selanjutnya di
Sedangkan Undang-Undang tentang Pemilukada dapat
dilihat secara lengkap di :
Karena keterbatasan data (sebatas
data-data dari internet), dengan tidak mengabaikan asas praduga tak bersalah
penulis memberanikan diri mengajukan asumsi-asumsi :
·
Dari fakta di atas didapatkan
bahwa pelaksanaan Pemilu Kada DKI Jakarta Tahun 2012 ini mengalami
kejanggalan-kejanggalan dalam hal calon yang berasal dari partai yang mengusung
Calon yang saat ini menjadi Pejabat Pemerintah Daerah, Apakah memang Undang-Undang
dibuat untuk di langgar, dan hal ini menimbulkan kesan unfair bagi calon lain
yang bukan atau tidak sedang menjabat sebagai kepala daerah. Kalau benar hal di
atas terbukti, menurut hemat penulis maka Pemilu Kada DKI Jakarta bisa dianggap tidak konstitusional
dan perlu ditinjau ulang pelaksanaanya. Dalam hal ini Mohon pertimbangan
dan saran-saran mengenai hal di atas dari para pakar hukum tatanegara. Ataukah
memang ada pembenar yang lain yang bisa
menjelaskan kondisi di atas, mohon bisa dijelaskan.
·
Perlu tindak lanjut penyelidikan
apakah memang ada aturan atau perundangan yang lainnya yang sudah memutuskan
bahwa perundangan yang dikemukakan penulis di atas sudah tidak berlaku, namun
dilihat dari aturan yang dirilis oleh KPU di websitenya, sepertinya belum ada
yang membatalkan pemakaian UU No. 32 th 2004, UU No.12 th 2008, Peraturan
Pemerintah No. 6 th 2005 yang mengatur tentang Pemilukada tersebut.
·
Apabila ada kesengajaan dalam hal
pembiaran meloloskan Cagub DKI Jakarta, seperti pelanggaran tersebut diatas
maka sangat ironis sekali, pembodohan yang dilakukan tersebut sudah tidak dapat ditolerir dan perlu
dilakukan tindakan hukum bagi panitia pelaksana dalam hal ini KPU selaku
pelaksana pemilukada dan harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut.
·
Tidak fair rasanya bila
dibandingkan dengan persyaratan yang dikenakan pada calon independen yang
dikenakan dengan persyaratan pengumpulan dukungan yang sangat berat dan perlu
tindakan ferifikasi yang cukup rumit sementara cagub yang sedang menjabat
kepala daerah lain diperbolehkan tidak mengundurkan diri yang jelas-jelas dalam
persyaratan disebutkan wajib
mengundurkan diri.
·
Perlu pencerdasan kepada
masyarakat bahwa yang dilakukan oleh Jokowi adalah suatu wan prestasi dalam hal
memerintah solo. Karena berhenti sebelum masa jabatannya dan itu disebabkan
Karena keinginan mengejar karir politik yang lebih tinggi. Sungguh naïf dan
sangat tidak peka terhadap amanah apalagi alasan karir politik menjadi pijakan
utama, apakah pertimbangan biaya pemilukada waktu itu dibaikan demikian saja? –
apakah pengorbanan waktu para pemilihnya hanya diganti dengan rasa kebanggaan
semu? Sebagai pertimbangan penulis
contohkan menangnya sebuah perusahaan kecil kepada perusahaan besar Telomsel
yang memutus kontrak secara sepihak sebelum waktu selesainya kontrak, untuk detailnya kunjungi : http://radarlampung.co.id/read/nasional/51411-kalah-gugatan-telkomsel-diputus-pailit
, kalau ditarik maksud dari
penggambaran diatas adalah betapa kecilnya perjanjian antara 2 pihak tersebut
dibandingkan dengan perjanjian dengan jutaan masyarakat solo saat memilih
jokowi untuk masa jabatan 5 tahun, perjanjian dengan rakyat adalah perjanjian
yang agung, perjanjian yang penuh rasa kepekaan, perjanjian yang membutuhkan
hati yang murni dan pengabdian tulus sehingga perlu dituntaskan sampai akhir
jabatannya.
·
Penulis tidak bermaksud
mendeskreditkan Jokowi, penulis mengakui kehebatan Jokowi selama memerintah Solo,
Penulis salut akan kiprah Jokowi namun penulis mampu membedakan mana tindakan
yang benar dan mana tindakan yang tidak pantas, mana tindakan yang perlu
dikritisi dan mana yang perlu diapresiasi. Dan penulis tidak menginginkan
langkah awal Jokowi ini akan menjadi langkah pertama sekaligus sebagai
contoh bagi para politisi karir lainnya bahwa
undang-undang di Negara ini bisa memperbolehkan pelanggaran tersebut dilakukan
(Mengingat Pilkada DKI Jakarta merupakan barometer pilkada-pilkada lainnya di
seluruh Indonesia – Apakah akan berlanjut penyelewengan pelaksanaan UU ini
ataukah ada gerakan untuk berusaha menghentikan penyelewengan ini sehingga
tidak berimbas ke daerah-daerah lain). Untuk pihak-pihak berwenang mohon
sekiranya aturan-aturan pengunduran diri bisa diperketat sehingga perlu pemikiran matang-matang untuk
mengundurkan diri dari suatu jabatan pemerintah daerah (bila mencalonkan diri menjadi
penjabat daerah lain).
·
Salah satu wewenang KPU menurut UU
atau perundangan diantaranya adalah :
·
(3) Tugas dan wewenang KPU
Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah meliputi:
·
a. merencanakan program, anggaran,
dan jadwal Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
·
b. menyusun dan menetapkan tata kerja
KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pemilu Kepala Daerah dan
WakilKepala Daerah Kabupaten/Kota dengan
·
c. menyusun dan menetapkan pedoman
yang bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan penye-lenggaraan Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan perundangundangan; -------- dari wewenang tersebut jelas-jelas disebutkan
bahwa harus berdasarkan peraturan dan perundangan jadi setiap tindakan yang
berlawanan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku adalah suatu
penyelewengan.
Akhir
kata penulis ingin menggaris bawahi aturan-aturan yang seharusnya dilaksanakan
dalam menggambil kebijakan pemilukada. Sehingga tidak terjadi praktek-praktek
pembodohan, praktek inkonsistensi terhadap hukum yang berlaku, silahkan anda
baca dengan cermat dan anda rasakan apakah pelaksanaan pemilukada DKI sesuai
dengan aturan yang berlaku :
Undang-Undang
Nomer 12 Tahun 2008 pasal 58 :
Khususnya poin syarat-syarat calon pada
item p dan q :
p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah; dan
q. mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
yang masih menduduki jabatannya.
Keterangan penjelas untuk Undang-Undang Nomer 12 Tahun
2008 pasal 58
Huruf q
Pengunduran
diri dari jabatannya berlaku bagi:
a. kepala daerah
yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah
lain;
b. wakil kepala daerah yang akan
mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di daerah sendiri atau
di daerah lain;
c. wakil kepala daerah yang akan
mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi wakil kepala daerah di daerah sendiri
atau di daerah lain;
d. bupati atau walikota yang
akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur; dan
e. wakil bupati atau wakil walikota
yang akan mencalonkan diri atau
dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur. Pengunduran diri gubernur dan
wakil gubernur dibuktikan dengan
menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali disertai dengan surat
persetujuan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden,
sedangkan keputusan Presiden tentang pemberhentian yang bersangkutan
sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU provinsi
selambat-lambatnya pada saat ditetapkan sebagai calon gubernur dan wakil
gubernur. Pengunduran diri bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota
dibuktikan dengan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri yang tidak dapat
ditarik kembali disertai dengan surat
persetujuan Menteri Dalam Negeri, sedangkan keputusan Menteri Dalam Negeri
tentang pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala
daerah disampaikan kepada KPU kabupaten/kota selambatlambatnya pada saat
ditetapkan sebagai calon bupati/wakil
bupati dan walikota/wakil walikota.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 6 th 2005 - Pasal 38
(2) Calon
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Warga Negara Republik Indonesia
yang memenuhi syarat :
a….. sampai point
p. tidak dalam status Penjabat Kepala
Daerah.
(2) Kelengkapan
persyaratan sebagai dimaksud ayat (1), meliputi :
a…… sampai point
p. Menyerahkan surat pernyataan
tidak dalam status sebagai Penjabat Kepala Daerah, Sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf p :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 6 th 2005 - Pasal 40
(5)
Kepala daerah dan/atau Wakil
Kepala Daerah yang dicalonkan oleh partai Politik atau Gabungan Partai Politik
menjadi calon Kepala Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah di daerah lain, wajib mengundurkan diri dari jabatannya sejak saat pendaftaran oleh Partai Politik atau gabungan
Partai Politik
(6) Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota
yang dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik menjadi calon
Gubernur atau Wakil Gubernur wajib mengundurkan diri dari
jabatannya sejak saat pendaftaran.
(7) Penjabat
Kepala Daerah tidak dapat menjadi calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah
(8) Anggota
….. dan seterusnya
Apakah anda peduli dengan hal yang
penulis kemukakan di atas, tentunya dibutuhkan Wishel Blower yang mempunyai
kemampuan, kemauan, kekuatan, dan kepedulian terhadap bangsa ini agar berjalan
sesuai dengan rel-rel Perundangan dan bisa menuju arah yang lebih baik.
pedulipadamunegeri.blogspot.com